“Menuju Titik Temu Penyatuan Awal Ramadhan dan Hari Raya

[Notulensi Diskusi Publik]
“ Kalender Hijriah Universal: Mewujudkan Kebersamaan Umat”
Selasa, 30 Juni 2015, 08.00-11.45 WIB
Balai Sidang Djokosoetono FH UI

   Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc. (Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Kepala LAPAN, Anggota Tim Hisab Rukyat Kementrian Agama RI).
tdjamaluddin.wordpress.com

Apa perbedaan Hisab dan Rukyat?
1.        Hisab
Dari hisab memunculkan kalender, bulan depan, tahun depan, bisa diketahui. Kalender hijriah didasarkan pada perputaran bulan. Salah satu aplikasi astronomi yang sudah ada yaitu Sterarium yang bisa didownload.

Perkembangan Pemikiran Hisab :
1.      Hisab Urfi
Kalender pertama menggunakan kriteria paling sederhana, yaitu umur bulan dibuat berselang-seling 30 dan 29 hari, yang dikenal sebagai kriteria hisab urfi (periodik). Muharram 30 hari, Shafar 29, Rabbiul Awal 30, Rabbiul Akhir 29, dan seterusnya.

2.      Hisab Ijtimak Qablal Ghurub
Pengenalan konsep koordinat ekliptika (garis edar matahari di langit), maka muncullah konsep ijtimak, yaitu bulan dan matahari segaris bujur ekliptika. Ijtimak batas periode manzilah (fase-fase) bulan sekitar 29,5 hari, yang secara astronomi itu dikenal sebagai newmoon. Hilal hanya mungkin terlihat bila terjadi setelah ijtimak. Maka, berkembang kriteria ijtimak qoblal ghurub.

3.      Hisab Wujudul Hilal
Teori orbit benda-benda langit mulai dikenal, sehingga prakiraan posisi benda langit bisa dihitung secara lebih akurat, termasuk untuk  prakiraan posisi bulan setiap waktunya. Pemahaman konsep segitiga bola (spherical trigonometry) memungkinkan konversi sistem koordinat bisa dilakukan. Perhitungan dalam koordinat ekliptika bisa dikonversikan menjadi koordinat horizon (berbasis ufuk). Dengan konsep koordinat horizon, maka berkembang perhitungan waktu terbit dan terbenamnya benda langit. Untuk terlihatnya hilal, semestinya bulan masih di atas ufuk setelah matahari terbenam. Itulah kriteria wujudul hilal.

4.      Hisab Imkan Rukyat
Untuk terlihatnya hilal bukan hanya faktor posisi yang diperhitungkan, tetapi juga harus diperhitungkan faktor cahaya hilal dan cahaya syafak (cahaya senja). Dengan perkembangan astronomi, dari data pengalaman rukyat jangka panjang telah dirumuskan kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat), berupa persyaratan minimal untuk terlihatnya hilal. Terkait dengan kecerlangan hilal, parameter yang digunakan adalah lebar sabit hilal, umur hilal, atau jarak sudut bulan-matahari (elongasi). Terkait dengan kecerlangan cahaya syafak, parameter yang digunakan adalah tinggi hilal, beda tinggi bulan-matahari, beda azimut (jarak sudut bulan-matahari di garis ufuk), atau beda waktu terbenam bulan-matahari.

2.        Rukyat
Rukyatul Hilal adalah melihat hilal. Ditentukan dengan cara itsbat sebagai penentu. Mengapa harus rukyatul hilal?

Rasul hanya memberi contoh, tanpa menjelaskan alasannya. Tetapi secara astronomi, rukyatul hilal sangat beralasan. Hilal adalah bulan sabit pertama yang teramati sesudah maghrib. Itu pasti penanda awal bulan. Hilal adalah bukti paling kuat telah bergantinya periode fase bulan yang didahului bulan sabit tua dan bulan mati. Rukyat cara sederhana untuk mengethui sudah masuk awal bulan.

Teleskop sebagai alat bantu rukyat berfungsi untuk memperkuat cahaya komtras antara bulan sabit dengan cahaya syafak (cahaya yang disebabkan hamburan cahaya matahari oleh atmosfir), makin dekat dengan ufuk maka cahaya syafak semakin kuat, sehingga cahaya bulan sabit yang tipis bisa kalah oleh cahaya syafak

Visibilitas hilal ditentukan oleh :
  1. Kecerlangan hilal yang terkait dengan fraksi sabit atau umur hilal saat maghrib (bisa juga diindikasikan dari jarak bulan – matahari).
  2. Kecerlangan langit latar depan yang dipengaruhi jarak dari matahari (efek hamburan sekitar matahari) dan ketinggian dari horizon (efek cahaya senja – twilight)
. Dua kriteria berikut digunakan bersama-sama:
  1. Jarak matahari – bulan > 6,4o
  2. Beda tinggi bulan – matahari > 4o   (tinggi bulan > ~ 3o)
Kriteria Imkan Rukyat untuk Penyatuan Kalender Islam.
Tiga Syarat Kalender yang Mapan:
ü   Ada otoritas tunggal yang menjaga sistem kalender.
ü   Ada kriteria tunggal yang digunakan.
ü   Ada batas wilayah
Untuk lingkup Indonesia, sangat mungkin.
ž   Ada otoritas tunggal: Menteri Agama
ž   Ada kriteria tunggal : Sedang diupayakan
ž   Ada batasan wilayah: wilayah hukum RI.
Untuk regional dan global, mungkin dilakukan dengan kesepakatan regional dan global.
Potensi “Persatuan Semu” Karena Terbantu Posisi Bulan Tinggi.
Potensi seragam:
ž  Ramadhan 1436/2015 – 1442/2021 (7 tahun)
ž  Idul Fitri 1435/2014 – 1443/2022 (9 tahun)
ž  Idul Adha 1437/2016 – 1443/2022 (7 tahun)

ž Kalau tidak terjadi kesepakatan kriteria baru, maka perbedaan akan kembali terjadi setelah 1442/2021. Kalender Islam semestinya juga menjadi kalender ibadah. Pengamal rukyat dan pengamal hisab harus diwadahi setara. Demi persatuan ummat dan penyatuan kalender Islam, kriteria yang harus digunakan adalah kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat). Dengan kriteria itu, hasil rukyat akan sama dengan hasil hisab yang tercantum di kalender.  Dalam mencari titik temu, tentu masing-masing pihak perlu terbuka untuk menerima konsep pihak lain, tanpa merasa menang atau kalah.

Para pengamal hisab harus terbuka untuk menerima konsep rukyat sehingga kriteria yang disepakati harus berbasis visibilitas hilal atau imkan rukyat. Sementara para pengamal rukyat pun harus terbuka untuk menerima konsep hisab yang pasti sehingga ketika posisi bulan yang telah memenuhi kriteria namun gagal rukyat haruslah hisab diterima sebagai penentu masuknya awal bulan. Fatwa MUI No. Kep/276/MUI/VII/1981 membolehkan penetapan awal bulan berdasarkan hisab saja bila bulan sudah imkan rukyat, walau hilal tidak terlihat. Bila kita sudah bersepakat menggunakan kriteria yang sama, maka langkah berikutnya adalah merumuskan kriterianya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aseptik Dispensing (part 1)

Catatan Kuliah : Refleksi Individu Kolaborasi 2

Cuek? Ga Peduli? Egois?