Sebuah Titik

Tidak setiap waktu bisa kita jalani sebagaimana yang kita harapkan, tanpa perlu mengkhawatirkan sesuatu tentang hari esok. Berada di titik dimana rasanya hanya ingin berada di rumah, dekat bersama keluarga, hingga tak perlu lagi ada yang harus ditakutkan, ada mereka yang cukup untuk membuat aku merasa baik-baik saja.
Titik ini rasanya hidup yang dijalani berat, ditambah lagi tak banyak memahami kondisi kita. Tuntutan untuk selalu sempurna padahal aku sudah berusaha, namun tetap saja tak ada sedikit pun penghargaan. Mungkin aku yang terlalu bermain-main dengan ini, namun begitulah caraku dalam belajar, aku harus tetap bahagia, walau yang lain stress sendiri dengan tuntutan dan tekanan di kelas. 
Baik Ibu dosenku Yth, terima kasih atas segala pecutan, tekanan, dan tuntutan untuk saya, cara terbaik untuk melewati semua ini adalah menghadapinya. Tak mungkin aku menghindar apalagi lari dari tanggung jawab ini. Berusaha melakukan yang terbaik, hasilnya nanti biarlah menjadi evaluasi, semoga bukan cuma untuk aku tapi juga untuk Ibu Yth.
Bismillah, saya siap melewati fase ini dengan menghadapinya. Bukan cuma memperjuangkan mimpiku secara pribadi, bahkan lebih dari itu, untuk mewujudkan harapan orang-orang yang mencintaiku tanpa batas, yang rela bekerja keras, banting tulang, menahan kantuk untuk memastikan bahwa saya bisa menjalani perkuliahan tanpa harus memikirkan masalah perekonomian.
Percayalah, keberkahan itu datangnya dari Allah, mungkin secara matematis waktu kita berkurang dengan mengikuti program rumah mulai Desember ini, tapi yakinlah bahwa Allah tidak mungkin menyianyiakan hamba-Nya yang berusaha memperbaiki hubungan dengan-Nya. Allah pasti akan membereskan urusanmu !

Semangat Rahma, bukan berjuang jika tak kau temui rintangan :)
Berusahalah yang terbaik, yang penting Allah ridho.. 

-Rastafawa-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aseptik Dispensing (part 1)

Catatan Kuliah : Refleksi Individu Kolaborasi 2

Cuek? Ga Peduli? Egois?